Monday, May 23, 2011

Melancholic Bitch


DERU…Melancholic Bitch

Ketika Joni dua satu dan susi sembilan belas,
hidup sedang bergegas di reruntuh ruang kelas
kota-kota menjalar liar dan rumah terkurung dalam kotak gelas,
dingin dan cemas.
Namaku Joni,
namamu Susi.
Namamu Joni,
namaku Susi.
(kutipan lyric: Balada Joni dan Susi)

Band pinggiran yang dibentuk akhir 90an di Yogya ini seperti sedang menulis ulang pengertian dari idiom lama “hidup segan mati tak mau”. Cerita mereka cukup panjang, terlalu panjang untuk diceritakan ulang; juga tak terlalu penting. Pendeknya; mereka sudah muncul sejak jaman Parkinsound masih rutin diadakan tahunan; sesekali main band di panggung lokal, sesekali main di luar kota, sesekali main musik untuk performance dan teater, sesekali main musik untuk film, tapi lebih sering duduk-duduk, bercanda, saling memusuhi lalu berdamai sebelum permusuhan berikutnya.
Sebuah band, bagaimanapun, cenderung meniru sebuah keluarga. Mengutip Anna Karenina: Seluruh keluarga bahagia selalu sama; keluarga tidak-bahagia, selalu tidak berbahagia dengan caranya masing-masing. Keluarga tidak berbahagia yang sering disingkat namanya menjadi Melbi ini disfungsional, retak, tapi selalu punya alasan untuk berkumpul di hari raya. Hari raya yang sibuk mereka ciptakan sendiri.Members:
Yosef Herman Susilo (Electric-Acoustic Guitar, Mix-Engineer), Ugoran Prasad (Voice, Lyric), Teguh Hari Prasetya (Bass, Keyboard), Yennu Ariendra (Electric Guitar, Synth, Laptop), Septian Dwirima (Percussion, Laptop); Collaborating Artist for BJS: The Wiryo Pierna Haris (guitar), Richardus Ardita (bass, voice), and Andy Xeno Aji (graphic, drawing)
 
Bermusik sebebas-bebasnya ternyata tidak membuat Melancholic Bitch nyaman. Band asal Yogyakarta itu mengaku lebih suka musiknya dibatasi.

Karena itu lahirlah album 'Balada Joni dan Susi', Maret 2010. Dalam album tersebut, track-track yang ada saling berhubungan menjalin sebuah cerita bak skenario film. Proses penggarapan album tersebut pun mengikuti jalan cerita tentang Joni dan Susi yang mereka karang.

"Salah satu pelajaran terbesar teater kebebasan bisa jadi omong kosong. Kalau dibilang bebas, seperti air mengalir arahnya akan ke mana saja malah nggak jelas. Tapi kalau dimasukin ke dalam balon. Maka lebih terarah. Kalau balonnya kepenuhan kan pasti meledak, itulah kebebasan yang sebenarnya," ujar Ugoran Prasad, sang vokalis “ itu bahkan tidak terlalu suka disebut sebagai sebuah band”.
Lagi-lagi perasaan terkungkung mereka rasakan karena kata-kata band.

"Melancholic Bitch itu kerja kelompok dari kerja-kerja individual," jelas pria berkacamata tersebut.

Duduk bermain musik dan kemudian melahirkan lagu-lagu bertema berbeda untuk satu album, bukanlah ide yang baik menurut mereka. "Duduk jamming jadi lagu sih kayak Dedy Dores nanti," tuturnya sambil bercanda.

Meski albumnya sudah dirilis secara nasional, band yang keukeuh menamai aliran musiknya pop rock itu tidak mau terlalu berharap muluk. Bisa bermusik dan didengar banyak orang sudah cukup bagi mereka.
cek this at: http://melancholicbitch.co.cc\
  • rss
  • Del.icio.us
  • Digg
  • Twitter
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Share this on Technorati
  • Post this to Myspace
  • Share this on Blinklist
  • Submit this to DesignFloat

1 comments:

indraaaaargh said...
This comment has been removed by the author.

Post a Comment

 
Copyright 2011 AGNOSFREAK
Design costumized by Demurga